Laman

Kamis, 31 Maret 2011

AKU SANG PELACUR

(“Tarif berdasarkan negosiasi. Kalau berminat silahkan datang ketempat biasa aku mangkal”)

Katanya, ini baru katanya. Orang yang terlalu lama hidup jadi pengangguran bisa terkena penyakit syaraf alias gila. Percaya tidak percaya, tapi kalau membayangkan akal sehat minggat dari batok kepalaku merinding hati ini dibuatnya. Sumpah demi Tuhan menjadi orang gila bukan impianku. Jadi, sebelum aku kehilangan kewarasanku, sebelum aku keluyuran tanpa memakai baju dan celana, sebelum anak-anak kecil meneriakiku dari belakang, sebelum semua itu terjadi aku putuskan untuk melacurkan diri. Kuucapkan selamat tinggal pada sederet profesi gagah perwira yang pernah aku impikan saat baru diwisuda. Kupadam-padamkan ambisiku untuk menjadi PNS, eksekutif muda atau pengusaha. Motto yang aku anut sekarang kerja apa saja yang penting halal dan menghasilkan uang. Dan pada akhirnya disinilah keberadaanku kini, di belakang kemudi sebuah kendaraan berroda tiga yangdikenal dengan nama bajaj.

Dari mahasiswa generasi penerus bangsa, lulus kuliah ego sedikit bengkak karena telah menjadi seorang sarjanah, kemudian terjun bebas menjadi pengangguran dan sekarang aku merangkak menjadi supir babaj. Begitulah kira-kira karir kehidupanku.

Apa hebatnya menjadi supir bajaj? Memang tidak hebat. Bukan bermaksud berargumentasi atau berapollogia, profesi apappun yang dijalani oleh seseorang tidak lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya dari profesi yang lain. Seorang presiden tidak ada artinya sama sekali tanpa adanya rakyat, demikian gambaran sederhananya. Kalau masih ada orang yang mengaku profesi yang digelutinya lebih hebat dari profesi yang lain ada baiknya disarankan untuk mengulang kembali sekolahnya mulai dari SD.

Memang benar, dari sekian macam cita-cita yang pernah disebutkan oleh para siswa di depan kelas menjadi supir bajaj tidak termasuk diantaranya. Tapi jangan dulu lantas mengira bahwa tidak ada sedikitpun kebanggaan dalam menjalani profesi yang satu ini. Paling tidak, dengan menjadi supir bajaj kami tidak dicap sebagai pengangguran. Setidak-tidaknya apa yang kami makan hasil dari keringat sendiri. Setidak-tidaknya kami merasa lebih terhormat dari mereka yang mempunyai rumah mewah, mobil mentereng, pakaian keren dan segala macam perhiasan mahal, tapi semua yang mereka miliki itu berasal dari hasil korupsi.

Perlu untuk diketahui, menjadi supir bajaj itu perbuatan mulia karena membawa misi kemanusiaan. Dengan menjadi supir bajaj seseorang bisa menolong orang lain dari beban penderitaan. Misalnya saja, ada orang yang hendak berpergian dari pasar Tanahabang menuju terminal Pulogadung. Kalau perjalanan itu ditempuh dengan berjalan kaki bisa dibayangkan betapa menderitanya orang tersebut. Badan capek, nyeri otot, pegel linu dan panasnya sengatan matahari sudah pasti dirasakan. Itu belum menghitung berapa banyak waktu yang dihabiskan. Disinilah misi kemanusiaan supir bajaj berperan. Dengan adanya bajaj dan supir bajaj tak usalah semua penderitaan itu dirasakan, tinggal naik bajaj, duduk tenang di dalamnya, nikmati perjalanan dan suasana kota. Bisa juga sambil memperbarui status di Face Book. Beritahukan saja pada teman-teman sekarang sedang berada di dalam mobil Limosin bersama presiden Obama, jalan-jalan keliling Jakarta.

Jangan mempermasalahkan biaya transfortasi yang harus dibayar. Apalah artinya sejumlah uang jika dibandingkan dengan kesehatan diri dan efesiensi. Kalau ada yang mau naik bajaj gratis harap sabar menanti sampai bensin bisa didapat tanpa harus membeli, onderdil bajaj bisa diperoleh dengan cuma-cuma, pemerintah tidak menetapkan pajak kendaraan, tidak ada pungli ini dan itu, kalau semua itu terlaksana bolehlah naik bajaj digratiskan.

Diakui atau tidak, bajaj sudah menjadi ikon kota Jakarta. Silakan cari dari Sabang sampai Merauke, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini dimana yang ada bajajnya? Ya hanya di Jakarta! Boleh percaya boleh tidak. Cukup banyak wisatawan yang datang dari luar Jakarta atau dari mancanegara berfoto dan bergaya di depan bajaj. Makanya sungguh sangat disayangkan dan patut dikasihani kalau ada orang yang sudah lama tinggal di Jakarta tapi sekalipun belum pernah naik bajaj. Kemana saja selama ini? Kasihan sekali.

Pernah ada yang bilang, dengan nada menyalahkan, bahwa supir bajaj adalah orang yang paling sering melanggar peraturan lalu-lintas. Orang yang bilang semacam itu sungguh sangat patut dicurigai mempunyai itikad buruk pada pemerintah. Faktanya supir bajaj adalah warga Negara yang sangat patuh pada pemimpinnya. Apapun yang dicontohkan oleh pimpinan pasti diteladani. Bicara tentang peraturan, kami tahu ada peraturan. Masalahnya kami tidak terlalu paham untuk apa peraturan itu dibuat. Untuk mengetahuinya kami tinggal menengada ke atas, mencontoh pada pejabat Negara. Disana kami saksikan banyak abdi Negara yang melanggar peraturan. Kesimpulan yang kami dapat, peraturan dibuat untuk dilanggar.

Masa menteladani pimpinan dianggap salah? Yang benar saja!

Yang paling mengherankan dan tidak masuk akal. Pernah terdengar ada orang yang mengusulkan supaya bajaj dimusnahkan saja dari bumi Ibu Pertiwi. Siapapun yang mempunyai usul ngawur amburadul itu dimohon dengan sangat hormat untuk duduk sejenak, lakukanlah meditasi atau gerakan Yoga. Jangan lupa setel music klasik simfonie 13 dari Mozart. Setelah itu berpikirlah dengan hati dingin dan pikiran jernih. Coba tanyakan pada diri sendiri; kalau bajaj dihapus pekerjaan apakah yang tersedia bagi supir bajaj untuk beralih profesi? Kalau belum ada, sanggupkah untuk mengadakannya? Kalau belum terpikirkan sampai kearah itu, coba tanyakan; kalau bajaj dihapus dan belum ada profesi lain bagi supir bajaj beralih profesi, lalu dari mana mereka memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka? Kalau semua pertanyaan diatas belum terjawab dan solusi belum ditemukan, dari pada repot-repot menghapus bajaj, lebih baik kumpulkan para supir bajaj bersama keluarganya di sebuah tanah lapang. Kemudian bom tanpa ampun. Membunuh secara cepat rasa-rasanya lebih manusiawi dari pada membunuh secara perlahan.

***

“Bang! Bengong aja lu” tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunanku. Seorang wanita muda telah berdiri di dekatku. Wajahnya cantik, bodynya lamlohai aduhai dan kulitnya kuning langsat memikat. Bening sinar matanya memancarkan sinyal mengundang dan dari bibir mungil merah muda merekah seuntai senyum manis, semanis kembang gula. Bahtera hatiku bergoncang dibuatnya.

“Ah, mbak, bikin saya kaget saja. Bajaj mbak?” tanyaku tak lupa memasang senyum manis ala kaum kapitalis.
“saya juga sudah tahu itu bajaj, bang”.
“Maksud saya, mbak mau naik bajaj”.
“Mau sih mau, bang. Tapi bayar?”.
“Ya bayarlah mbak”. Jawabku sambil di dalam hati meneruskan, tapi kalu mbak mau jadi isteriku bolehlah tidak bayar.
“Saya kira gratis…”
“Gratis dari Hongkong” balasku agak keki.
“Oh..kalau naik dari Hongkong gratis ya bang. Kalau begitu saya naik dari Hongkong saja, biar gratis. Tapi ngomong-ngomong di Hongkong ada bajaj, bang?”.

Aku melongo.
Si nona cantik cekikikan menahan tawa.
Sebagai penutup dari kisah ini perlu juga dicatat, untuk menjadi supir bajaj seseorang harus berjiwa besar dan berhati sabar. Karena tidak jarang harus berhadapan dengan calon penumpang yang sangat menyebalkan.
Jakarta, 7-2-11
Pukul: 01,32 menit