Laman

Minggu, 24 Agustus 2014

Salam

Seakan masih terdengar di telinga, tawamu, candamu
Masih terbayang di pelupuk mata setiap gerak tubuh bahkan seyumanmu Dan ketika kembali aku tersadar....
Rambut memutih, gemerutuk tulang-belulang yang kian merapu
Seraut wajah di cermin nampak tua penuh keriput
Dari wajah yang tak pernah kukenal sebelumnya
Siapa kamu, tanyaku pada bayangan di cermin yang usang
Suaraku terdengar bagai dengungan lebah, lemah dan bergetar
Sunyi, sepih tak ada jawaban hanya suara 1,2 dengus napas yang kian lelah
Suara napasku
Kemudian rasa takut menikamku dari depan, belakang, samping, atas, bawah menghujam deras kepusat hati
Aku yang menua, rapuh ditelan ganasnya masa
Aku mulai sadar dalam ketakutan
Tak mungkin 'kan kembali masa yang tertinggal
Kini aku tinggal menunggu ajal datang
Selamat datang, salam.....

Na'

Teringat saat jumpa pertama
Dia yang tinggi semamapi sembawaku sampai ke alam mimpi
Aku tak tahu kenapa senyumannya seakan nyanyian bidadari dari tan sorgawi
Tarikan nafasnya seakan lagu panggilan bahagia
Jangan tanyakan padaku, karena aku pun tak tahu mengapa
Cinta sering kali membuat orang lupa diri
cinta kadang menjelma bagai hasutan iblis pada Adam di Taman Eden, atau
Bagai cahaya petunjuk jalan kehidupan
Dan cintaku bagai lautan tak bertepi
Aku terjebak dalam arus ombak, pasang-surut dan tsunami
Padamu Na'

Pada Derap Sang Waktu

Pada derap langkah malam menuju waktu subhu
Aku terjebak dalam kesedihan yg sangat dalam.
Aku yg naif, menyangka semua hal terlihat sebaik yg aku sangka
Seperti yg aku lihat pada awal cerita tapi nyata ada perangkap yg baru aku sadari kini
Perangkap yg siap menelan idealisku secara bulat-bulat!
tidakkah ada sedikit saja belas kasihmu untuk aku yg sedang berusaha jadi orang yg patuh

Ibu, Tahukah Kau 2

Bu, disini...(menepuk dada)
Sang iblis,
Malaikat
Bersarang.
Bu, disini...
Segala dendam-kebencian, cinta-kasih berperang.
Bu, tahukah kau, aku limbung memikul beban sebagai medan laga

Ibu, tahukah Kau

ibu, aku masih tetap anakmu
masih anak-anak seprti dulu
masih suka maenan dan permaenan
jika dulu maenanku pintol-pistolan atau senapan dari pelepah daun pisang
sedangkan maenanku kini persaingan yang brutal, kesempatan yang datang-pergi secepat kilat dan keadaan yang tak kenal belas kasihan.
ibu, dalam pangkuanmu aku pernah menangis karena maenanku direbut orang
kini siapapun yang merebut maenanku akan aku gilas dengan kuasaku. karena aku ibu, hidup di zaman yang tak pernah terlintas dalam pikiranmu, zaman yang tak kenal belas kasihan.
pilihanku hanya dua menyerah-kalah atau melawan-berjuang, yang bermuara pada akhir kekalahan atau keluar sebagai pemenang.
pilihanku adalah jadi pemenang atau pecundang!

_ocehanmenjelangmagrib_

Pada Ayah

Rinduku mendendam
Seumpama kemarau pada hujan
Rinduku tak terbilang
Seumpama buih di lautan
Rinduku padamu...

Tentangku Tentangmu

pernahkah kamu merasa detak jantung berpacu lebih cepat?
atau hati terasa berdesir saat melihat seseorang?
saat ini aku rasakan itu, saat melihatmu

pernahkah kamu bermimpi?
pernahkah kamu berharap mimpi itu jadi kenyataan?
saat ini aku merasa kamu adalah kenyataan dari mimpiku

seberapa banyak kita memiliki harapan?
seberapa banyak kita memiliki kesempatan untuk mewujudkan harapan itu?
jika pertemuanku denganmu sebagai salah satu kesempatan untuk mewujudkan harapanku
dengan seizinmu aku ingin menggunakan kesempatan itu

kita tidak pernah tahu bagaimana nasib kita kelak
dengan siapa kita berjodoh
tapi untuk saat ini aku merasa kamulah jodohku